Dukungan Kementerian Kesehatan pada Penanggulangan KLB Malaria di Rokan Hilir

Kabupaten Rokan Hilir, Riau – Oktober 2024

Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria melanda Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, pada awal tahun 2024. Lonjakan kasus malaria yang signifikan, terutama di wilayah dengan akses kesehatan terbatas, mendorong pemerintah daerah menetapkan status tanggap darurat bencana. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memberikan dukungan dalam penanggulangan wabah ini melalui koordinasi lintas sektor dan intervensi kesehatan yang terarah.

 

Situasi KLB Malaria

Peningkatan jumlah kasus malaria di Rokan Hilir dipicu oleh kondisi lingkungan yang mendukung perkembangbiakan nyamuk Anopheles, vektor utama malaria. Curah hujan yang tinggi memperburuk situasi dengan menciptakan genangan air, tempat ideal bagi nyamuk untuk berkembang biak. Laboratorium kesehatan setempat melaporkan bahwa sebagian besar kasus disebabkan oleh Plasmodium falciparum, yang dapat memicu komplikasi berat, dan Plasmodium vivax, yang memiliki risiko kekambuhan tinggi. Kelompok yang paling berisiko tinggi mengalami komplikasi malaria adalah anak-anak, ibu hamil, dan lansia.

 

Langkah Strategis Kementerian Kesehatan

Kementerian Kesehatan segera memberikan dukungan dengan mengimplementasikan langkah-langkah berikut:

  1. Pengiriman Tim Gabungan dipimpin Pusat Krisis Kesehatan

Pengiriman Tim Gabungan Kemenkes terdiri dari Direktorat P2P Menular dan Direktorat Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan, dipimpin Pusat Krisis Kesehatan, bersama-sama melakukan pendampingan manajemen, intervensi epidemiologi dan kesehatan lingkungan. Tim Gabungan juga melakukan pendampingan pembuatan rencana aksi per-sub klaster Kesehatan, kebutuhan logistik dan penyusunan SITREP kepada Dinkes Kab.Rokan Hilir.

  1. Distribusi Logistik Kesehatan

Pengiriman logistik kesehatan pada 4 November 2024 berupa Obat-obatan dan Bahan Medis Habis Pakai untuk menunjang penanggulangan malaria di Kabupaten Rokan Hilir.

  1. Penguatan Kapasitas Pelayanan Kesehatan
  • Distribusi Obat dan Peralatan Medis: Kementerian menyediakan Rapid Diagnostic Test (RDT) untuk diagnosis cepat malaria dan obat antimalaria berbasis kombinasi artemisinin (ACT).
  • Mobilisasi Tenaga Medis: Dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain dikerahkan untuk memperkuat layanan kesehatan di daerah terdampak.
  1. Pencegahan dan Pengendalian Vektor
  • Fogging dan Larvasidasi: Penyemprotan insektisida dilakukan di daerah rawan malaria untuk membunuh nyamuk dewasa, sementara larvasidasi diterapkan untuk menghentikan siklus perkembangbiakan larva.
  • Distribusi Kelambu Berinsektisida: Ribuan kelambu dibagikan kepada keluarga terdampak untuk melindungi mereka dari gigitan nyamuk, terutama saat tidur.
  • Edukasi Lingkungan: Warga diajak untuk melakukan langkah pembersihan lingkungan, termasuk menguras genangan air dan membuang tempat yang dapat menjadi sarang nyamuk.
  1. Surveilans dan Pemantauan Kasus
  • Pelacakan Kasus: Kementerian bersama Dinas Kesehatan Riau melakukan surveilans aktif untuk memetakan wilayah persebaran malaria. Pasien yang positif malaria serta kontak erat mereka diperiksa dan diobati.
  • Pelaporan Terintegrasi: Sistem informasi kesehatan diperkuat untuk memantau perkembangan KLB secara real-time dan memastikan distribusi sumber daya tepat sasaran.
  1. Edukasi Masyarakat

Kementerian Kesehatan melibatkan masyarakat lokal dalam kampanye kesehatan, termasuk mengenali gejala malaria, pentingnya pengobatan dini, dan cara pencegahan. Materi edukasi disampaikan melalui media lokal dan kegiatan langsung di lapangan.

 

Tantangan dalam Penanggulangan

Meskipun intervensi berjalan efektif, beberapa tantangan tetap muncul seperti:

  • Akses Wilayah Terpencil: Banyak daerah terdampak sulit dijangkau karena kondisi geografis yang sulit.
  • Keterbatasan Logistik: Lonjakan kasus awal memicu kebutuhan obat dan peralatan medis yang lebih besar dari stok yang tersedia.
  • Keterlambatan Laporan Kasus: Beberapa pasien terlambat mencari pengobatan karena minimnya kesadaran awal tentang gejala malaria.
  • Faktor risiko lingkungan sulit dikendalikan sektor kesehatan. Genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk ditemukan di hampir 50% wilayah. Penyelesaian masalah genangan air ini membutuhkan dukungan sektor lain.

 

Kesimpulan dan Rekomendasi

Penanggulangan KLB malaria di Rokan Hilir menunjukkan betapa pentingnya koordinasi lintas sektor. Upaya penanggulangan yang kompleks, sulit diselesaikan sendiri oleh sektor kesehatan. Pengalaman ini memberikan pelajaran berharga untuk meningkatkan koordinasi, kolaborasi kapasitas dan integrasi sistem dengan sektor di luar kesehatan agar upaya-upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan sektor kesehatan didukung oleh seluruh sektor terkait.