Juru Bicara dan Kearsipan: Duet Penjaga Kredibilitas Organisasi

Juru Bicara dan Kearsipan: Duet Penjaga Kredibilitas OrganisasiOleh: Drg. Widyawati, MKMArsiparis Ahli Utama / Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI ๐ŸŽ™๏ธ Kata Adalah Citra, Arsip Adalah BuktiDi era digital seperti sekarang, satu kalimat yang diucapkan di depan kamera bisa tersebar dalam hitungan detik dan memengaruhi kepercayaan publik. Itulah mengapa peran Juru Bicara (Jubir) tidak lagi sekadar menyampaikan pesan, melainkan juga menjaga reputasi dan kredibilitas organisasi.Namun, di balik suara tegas dan kata-kata terukur yang diucapkan seorang Jubir, ada satu kekuatan senyap yang menopang setiap ucapannya: arsip.Arsip bukan hanya catatan masa lalu. Ia adalah bukti, memori, dan sumber kebenaran yang memastikan bahwa setiap pesan publik berakar pada fakta, bukan asumsi.Tanpa arsip, komunikasi publik bisa kehilangan konteks dan arah. Jubir akan sulit menjawab dengan pasti, kebijakan bisa disalahartikan, dan kepercayaan publik bisa goyah. Di sinilah kearsipan berperan sebagai penopang utama komunikasi publik yang kredibel. ๐Ÿงฉ Mengapa Juru Bicara Butuh ArsipSeorang Jubir selalu dituntut untuk tanggap menjawab berbagai pertanyaan dari media dan masyarakat. Kadang pertanyaan datang tiba-tiba, menyinggung keputusan masa lalu, atau menyangkut data teknis yang spesifik. Dalam situasi seperti itu, Jubir tidak bisa hanya mengandalkan ingatan atau persepsi pribadi. Ia memerlukan sumber yang bisa dipertanggungjawabkan—dan di situlah arsip menjadi penolong.Arsip adalah rekam jejak autentik organisasi.Di dalamnya tersimpan surat keputusan, notulen rapat, laporan kegiatan, dokumentasi kebijakan, dan beragam data yang menjadi fondasi setiap pernyataan publik. Bagi Jubir, arsip adalah “peta informasi” yang memastikan arah komunikasinya selalu benar.Beberapa fungsi penting arsip bagi Jubir antara lain: Sebagai sumber primer: mencatat peristiwa dan keputusan secara langsung, tanpa distorsi. Sebagai dasar legalitas: karena keasliannya bisa diverifikasi dan menjadi bukti sah. Sebagai alat konsistensi pesan: agar pernyataan publik sejalan dengan kebijakan lembaga.Dengan dukungan arsip yang kuat, Jubir dapat berbicara dengan penuh keyakinan—karena setiap kata memiliki dasar yang sah. ๐Ÿ›๏ธ Kearsipan: Saksi Sejarah dan Penjaga AkuntabilitasKearsipan sering dianggap pekerjaan administratif di balik meja, padahal hakikatnya jauh lebih luas. Arsip adalah jantung transparansi dan akuntabilitas.Ia menjadi saksi perjalanan kebijakan, perubahan arah organisasi, hingga dinamika pengambilan keputusan.Dalam konteks pemerintahan, arsip bukan sekadar kumpulan dokumen, melainkan alat pertanggungjawaban publik. Setiap keputusan, baik kecil maupun besar, akan terekam dalam arsip.Karena itu, pengelolaan arsip yang baik memastikan bahwa lembaga dapat membuktikan setiap kebijakannya—mulai dari dasar pemikiran, proses, hingga hasil akhir. ๐Ÿ’ผ Kolaborasi di Kementerian Kesehatan: Dari Data ke NarasiKementerian Kesehatan menjadi contoh nyata bagaimana arsip dan komunikasi publik berjalan beriringan.Dalam masa pandemi COVID-19, misalnya, setiap data yang disampaikan ke masyarakat melalui konferensi pers, infografis, atau siaran resmi bersumber dari arsip kebijakan, laporan lapangan, dan hasil penelitian yang tervalidasi.Jubir Kementerian Kesehatan tidak bisa berbicara tanpa dasar, karena setiap pernyataan memiliki konsekuensi besar terhadap persepsi publik. Di sinilah arsip berperan sebagai pengaman. Arsip menjadi fondasi faktual yang membuat komunikasi publik Kemenkes tetap solid meski di tengah situasi krisis.Kini, dengan semakin banyaknya arsip digital dan sistem informasi terintegrasi seperti SRIKANDI (Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi), proses kerja antara Jubir dan arsiparis menjadi jauh lebih efisien. Dokumen penting dapat diakses secara cepat, aman, dan akurat. Inilah bukti nyata bahwa kearsipan modern adalah kunci komunikasi publik yang tangkas dan transparan. ๐Ÿงพ Jubir Sebagai Pencipta dan Penjaga Arsip BaruPeran Jubir tidak berhenti pada penyampaian informasi. Ia juga menciptakan arsip baru setiap kali berbicara di depan publik. Siaran pers, pidato, tanggapan media, hingga unggahan di media sosial—semuanya adalah rekam jejak yang perlu disimpan.Arsip-arsip komunikasi publik ini menjadi bagian dari memori kelembagaan. Di masa depan, dokumen tersebut akan membantu generasi berikutnya memahami konteks kebijakan, dinamika isu, dan sejarah komunikasi lembaga. Arsip komunikasi juga penting dalam audit publik, karena dapat digunakan untuk menelusuri sumber dan alur informasi resmi.Dengan kata lain, setiap Jubir adalah penjaga narasi lembaga sekaligus pencatat sejarahnya. ๐Ÿค Sinergi Jubir dan Arsiparis: Duet StrategisSayangnya, dalam banyak organisasi, fungsi kehumasan dan kearsipan sering berjalan terpisah. Padahal, kolaborasi keduanya dapat melahirkan sistem komunikasi publik yang jauh lebih kuat.Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk memperkuat sinergi ini antara lain: Integrasi proses kerja: setiap produk komunikasi langsung diarsipkan dalam sistem digital. Pembuatan SOP bersama: memastikan alur dokumentasi komunikasi publik jelas dan konsisten. Pemanfaatan teknologi bersama: misalnya penggunaan aplikasi arsip digital terintegrasi dengan sistem kehumasan. Pelatihan lintas fungsi: agar Jubir memahami prinsip kearsipan, dan arsiparis memahami kebutuhan komunikasi publik.Kolaborasi ini memastikan bahwa arsip tidak hanya menjadi catatan statis, tetapi alat strategis yang mendukung kredibilitas dan reputasi organisasi. ๐Ÿง  Dari Arsip ke Kepercayaan PublikKearsipan dan komunikasi publik sama-sama bertujuan membangun kepercayaan.Jubir mengomunikasikan pesan dengan jelas, sementara arsip memastikan bahwa pesan itu benar dan dapat dibuktikan.Keduanya saling menguatkan: satu berbicara kepada publik, satu menjadi dasar bagi publik untuk percaya.Di tengah derasnya informasi dan potensi disinformasi, kecepatan bukan lagi satu-satunya ukuran efektivitas komunikasi. Yang lebih penting adalah keandalan sumber.Ketika lembaga mampu menunjukkan bukti dokumentasi resmi di balik setiap pernyataan, publik akan menilai lembaga tersebut bukan hanya responsif, tetapi juga kredibel. ๐ŸŒ Kearsipan Digital dan Tantangan Era InformasiTransformasi digital menuntut lembaga pemerintah untuk beradaptasi. Sistem kearsipan kini harus mampu mengelola data elektronik, menjaga keamanan informasi, dan memastikan kemudahan akses tanpa mengorbankan keaslian.Bagi Jubir, hal ini menjadi peluang besar. Akses cepat terhadap arsip digital memungkinkan penyusunan narasi yang lebih akurat dan responsif terhadap isu publik. Namun, tantangannya juga besar: menjaga kerahasiaan, memastikan autentikasi, dan menghindari misinformasi.Oleh karena itu, sinergi antara Jubir, arsiparis, dan pengelola data digital menjadi semakin penting.Ketiganya harus bekerja dalam satu ekosistem yang menjamin kecepatan, akurasi, dan keamanan informasi. โœจ Penutup: Suara dan JejakKredibilitas organisasi bukan dibangun dari kata-kata indah, melainkan dari bukti yang dapat diverifikasi.Dalam konteks itu, Juru Bicara dan Kearsipan adalah dua sisi yang tidak bisa dipisahkan: yang satu berbicara, yang satu membuktikan.Ketika keduanya berjalan seirama, organisasi akan memiliki kekuatan penuh — kepercayaan publik yang tumbuh dari transparansi dan bukti nyata.Dan seperti kata pepatah, “Kata bisa membangun citra, tetapi arsiplah yang menjaga kebenarannya.” Editor: Dewi Indah Sari – Arsiparis Ahli Madya Biro Umum๐Ÿ“Œ Artikel ini disarikan dan dikembangkan dari tulisan ilmiah “Keterkaitan Juru Bicara dan Kearsipan: Pilar Kredibilitas dan Akuntabilitas Organisasi” karya Drg. Widyawati, MKM, untuk website internal Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.

Perpustakaan Berinovasi 2025: AI untuk Layanan Informasi Kesehatan yang Lebih Cerdas

Jakarta, 11 November 2025 — Di era ketika data mengalir lebih cepat dari kata, perpustakaan kini tak lagi sekadar tempat menyimpan buku, melainkan pusat pengetahuan yang terus beradaptasi dengan perubahan zaman.Semangat inilah yang dihidupkan dalam Pemilihan Perpustakaan Berinovasi 2025, kegiatan yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Kementerian Kesehatan dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-61.Dengan tema “Dampak Penggunaan Teknologi Kecerdasan Buatan dalam Peningkatan Layanan Perpustakaan”, ajang ini menjadi wujud nyata komitmen Kemenkes dalam menghadirkan layanan informasi yang modern, inklusif, dan berorientasi pada kepuasan pemustaka.Lebih dari sekadar lomba, kegiatan ini adalah ruang bagi para pengelola perpustakaan untuk berbagi inspirasi—tentang bagaimana teknologi, ketika berpadu dengan empati, mampu memperkuat peran literasi kesehatan di Indonesia.“Teknologi hanyalah alat, tapi semangat pelayananlah yang membuat perpustakaan tetap bernyawa. Dengan kecerdasan buatan, kita membuka jalan menuju pelayanan informasi yang lebih cepat, tepat, dan manusiawi”, ujar Aji Muhawarman, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan.Inovasi dari Ujung NegeriSejak tahap pendaftaran dibuka pada akhir Oktober 2025, semangat berinovasi mengalir dari berbagai penjuru Indonesia. Perpustakaan di lingkungan Kementerian Kesehatan—mulai dari rumah sakit, politeknik kesehatan, hingga unit utama—berkumpul dalam satu semangat yang sama: mempersembahkan karya terbaik untuk kemajuan literasi dan pelayanan informasi kesehatan.Setiap karya yang dikirimkan, baik dalam bentuk makalah maupun video inovasi berdurasi dua menit, menjadi cerminan kreativitas dan dedikasi para pengelola perpustakaan. Mereka menyoroti beragam penerapan Artificial Intelligence (AI) dalam dunia kepustakawanan—mulai dari sistem rekomendasi bacaan berbasis data, layanan chatbot interaktif bagi pemustaka, hingga analisis perilaku pengguna untuk menciptakan layanan yang lebih personal dan efisien.Proses penjurian dilakukan secara cermat dan independen oleh juri yang berasal dari Perpustakaan Nasional RI yakni Kepala Pusat Pembinaan Pustakawan Agus Sutoyo,   Ketua Prodi Pascasarjana Ilmu Perpustakaan dan Kajian Informasi, FIB Universitas Indonesia Muhamad Prabu Wibowo, Ph.D., dan Pejabat Fungsional Adminkes Ahli Madya, Pusat Pengembangan Kompetensi Aparatur Kemenkes Dwi Novita Indikasari, MPsi, Psi. Para juri menilai setiap inovasi berdasarkan kreativitas, dampak, relevansi, dan keselarasan dengan budaya kerja baru Kemenkes.Dari hasil penilaian tersebut, juri menetapkan perpustakaan terbaik yang dinilai berhasil menghadirkan inovasi bermakna dan transformasi nyata dalam layanan informasi. Nama-nama pemenang akan diumumkan secara resmi pada Puncak Peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-61, sebagai bentuk apresiasi atas dedikasi dan kerja keras seluruh peserta dalam menghidupkan semangat perubahan di bidang literasi kesehatan.Dari Buku ke Data, dari Data ke MaknaLebih dari hasil penjurian, Perpustakaan Berinovasi 2025 adalah perjalanan menuju transformasi. Penerapan kecerdasan buatan memungkinkan pustakawan membaca kebutuhan pengguna dengan lebih akurat, merekomendasikan bahan bacaan yang relevan, hingga membantu pemustaka dengan layanan daring yang responsif dan ramah. Namun di balik kecanggihan itu, tetap ada sentuhan manusia—pustakawan yang belajar, beradaptasi, dan berinovasi dengan hati.“AI membuka peluang tanpa batas, namun yang menjaga arah perubahan adalah nilai kemanusiaan pustakawan. Di situlah harmoni antara teknologi dan empati menemukan wujudnya,” tutur Agus Sutoyo, Ketua Tim Juri Pemilihan Perpustakaan Berinovasi 2025.Langkah Kecil, Dampak BesarKegiatan ini menjadi bagian penting dari upaya Biro Komunikasi dan Informasi Publik untuk memperkuat transformasi internal Kemenkes, khususnya pada klaster Public Awareness and Knowledge Sharing. Melalui inovasi di bidang kepustakawanan, Kementerian Kesehatan menegaskan kembali bahwa literasi adalah fondasi dari birokrasi yang cerdas—birokrasi yang tidak hanya membaca, tetapi juga memahami, menginspirasi, dan bertindak.Dari ajang ini, setiap perpustakaan yang ikut serta menunjukkan bahwa inovasi tidak mengenal batas ruang dan waktu. Di tangan pustakawan yang berani mencoba hal baru, teknologi menjadi jembatan menuju layanan yang lebih bermakna bagi masyarakat.Menutup dengan InspirasiPerpustakaan Berinovasi 2025 bukan hanya tentang siapa yang menang, melainkan tentang bagaimana semangat literasi, teknologi, dan kemanusiaan bersatu untuk melayani negeri. Kecerdasan buatan hanyalah alat; manusialah yang memberi arah. Dari inovasi lahir inspirasi, dan dari perpustakaan—lahirlah transformasi.“Ketika teknologi dan pengetahuan bersatu, lahirlah pelayanan yang tak hanya cerdas, tapi juga berjiwa.” (BM)#PerpustakaanBerinovasi2025 #AIuntukPerpustakaan #GenerasiSehatMasaDepanHebat #PerpustakaanKemenkes #KemenkesRI #LiterasiDigitalKesehatan