Jakarta, 24 November 2025 – Auditorium J. Leimena kembali menjadi saksi langkah strategis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam mempercepat transformasi birokrasi. Biro Organisasi dan Sumber Daya Manusia (OSDM) bersama Culture Transformation Office (CuTO) menggelar Workshop Cascading Indikator Kinerja Organisasi, sebuah agenda yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga menjadi momen penyelarasan arah dan semangat perubahan di lingkungan Kemenkes.Sekretaris Jenderal Kemenkes RI, Kunta Wibawa Dasa Nugraha, dalam sambutannya menegaskan perlunya perubahan pola penyusunan kinerja bagi seluruh jajaran. Menurutnya, sudah saatnya bagi Kemenkes untuk bergerak dari pendekatan bottom up yang selama ini digunakan, menuju metode top down yang lebih terarah dan selaras dengan tujuan nasional.“Hari ini kita hadir di workshop cascading dari indikator strategis menuju indikator kinerja individu masing-masing pegawai di Kementerian Kesehatan. Kita dibantu oleh Ernest Young (EY) dan Bank Mandiri untuk menjabarkan secara detail apa saja yang harus dilakukan,” ujar Kunta.Ia juga menekankan bahwa pergeseran metode ini bukan sekadar perubahan administratif, tetapi pergeseran mendasar agar setiap indikator yang disusun benar-benar mengarah pada dampak yang nyata.“Selama ini indikator kinerja sering disusun secara bottom up. Sekarang kita ingin membangun secara jelas dari atas ke bawah, dan fokus pada output, bukan sekadar kegiatan administratif,” tegasnya.Dalam kesempatan tersebut, Kunta juga mengingatkan prinsip klasik yang relevan hingga kini: “What gets measured, gets managed.” Jika yang diukur hanya proses, organisasi akan terjebak dalam rutinitas administratif. Sebaliknya, jika yang diukur adalah dampak, organisasi akan lebih terdorong untuk mencapai perubahan yang lebih bermakna.Fokus Strategis Dimulai dari Pimpinan Eselon IIMenindaklanjuti arahan Sekjen, Kepala Biro OSDM menjelaskan bahwa proses cascading dimulai dari para pimpinan tinggi. Eselon II dipilih sebagai titik awal karena mereka memegang peran strategis dalam menerjemahkan visi organisasi ke tingkat pelaksanaan.“Workshop cascading kinerja organisasi ini pertama kali kita lakukan untuk Eselon II, karena mereka memiliki target kinerja dari indikator kinerja kegiatan,” jelasnya.Dari para pimpinan inilah strategi kemudian diterjemahkan menjadi indikator kinerja yang lebih nyata bagi setiap pegawai.Mengatasi Ketimpangan Beban Kerja dan Kompleksitas SKPTransformasi ini juga menjadi jawaban atas hasil evaluasi Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) 2025 yang menunjukkan ketimpangan beban kerja. Terdapat variasi ekstrem jumlah Indikator Kinerja Individu (IKI), mulai dari hanya 1 hingga mencapai 92 indikator per pegawai, dan sebagian besar masih berupa indikator proses yang belum mencerminkan kontribusi strategis.“Pastikan indikator kinerja individu bersifat strategis. Jangan sampai ada ketimpangan ekstrem antar-pegawai, karena itu menunjukkan bahwa indikator belum menggambarkan kontribusi yang sebenarnya,” pesan Sekjen.Isu ini bukan hanya soal angka, tetapi juga terkait pengalaman sehari-hari para pegawai tentang bagaimana mereka membagi waktu, memaknai kontribusinya, dan melihat dampak kerjanya bagi masyarakat. Dengan cascading yang tepat, beban kerja dapat lebih adil dan setiap individu memiliki gambaran jelas tentang peran mereka dalam tujuan besar organisasi.Kolaborasi Berbagai Pihak untuk RENSTRA 2025–2029Kegiatan ini juga menghadirkan Staf Khusus Menteri Bidang Tata Kelola Pemerintahan dan Reformasi Birokrasi, Dr. Bambang Widianto, serta tim ahli dari Ernest & Young (EY) Indonesia sebagai fasilitator teknis. Kolaborasi lintas pihak ini diharapkan mampu menyamakan persepsi dan memastikan penyusunan cascading kinerja sesuai dengan Rencana Strategis (RENSTRA) Kemenkes 2025–2029.Dengan pendekatan yang lebih terstruktur dan berorientasi pada dampak, Kemenkes menegaskan komitmennya untuk menciptakan birokrasi yang lebih adaptif, efektif, dan mampu menjawab tantangan kesehatan masyarakat. Pada akhirnya, transformasi kinerja bukan hanya tentang sistem, namun tentang manusia di dalamnya yang bekerja setiap hari untuk menghadirkan perubahan.
Jakarta – Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) tengah menyusun metode seleksi internal untuk perpindahan dan kenaikan jenjang JF Auditor sesuai peraturan BPKP, dengan tujuan memastikan JF Auditor memiliki kompetensi yang sesuai tuntutan jabatannya. Untuk itu Itjen KemenHAM mengundang Pusat Pengembangan Kompetensi dan Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan berbagi informasi mengenai implementasi seleksi internal perpindahan dan kenaikan jenjang Jabatan Fungsional Auditor di Kementerian Kesehatan. Hadir sebagai narasumber pada kesempatan ini adalah Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan dan Ketua Tim Penilaian Kompetensi ASN Kementerian Kesehatan. Kegiatan ini dilaksanakan secara luring pada Kamis, 27 November 2025, di Gedung K.H. Abdurrahman Wahid KemenHAM dan dipimpin oleh Inspektur Wilayah II Inspektorat Jenderal Kemen HAM. Dan turut hadir peserta aktif pada pertemuan ini yaitu dari Bagian SDM Itjen KemenHAM.Mekanisme Seleksi Internal KemenkesSekretaris Itjen Kemenkes memaparkan bahwa “Mekanisme seleksi internal di Kementerian Kesehatan untuk perpindahan dan kenaikan jenjang JF Auditor meliputi seleksi administrasi, Baperjakat oleh Pimpinan Itjen/Satker BLU, pelaksanaan job enrichment (pengayaan penugasan) atau penugasan detasering ke satuan kerja dan juga mempertimbangkan persentase Job Person Match (JPM) dari hasil profiling kompetensi pegawai”Selanjutnya Ketua Tim Penilaian Kompetensi P2KA menjelaskan bahwa “Metode penilaian kompetensi manajerial dan sosial kultural yang dilakukan di Kementerian Kesehatan untuk perpindahan dan kenaikan jenjang jabatan, meliputi metode rapid assessment dengan alat ukur Situational Judgment Test yang sudah dimiliki oleh Kemenkes untuk mengukur kompetensi jabatan paling tinggi administrator atau jabatan fungsional setara serta metode Assessment Center untuk profiling jabatan tinggi atau dengan kompleksitas penugasan tinggi”.Menanggapi hal tersebut, Bapak Indra selaku (Inspektur Wilayah II) Itjen KemenHAM mengungkapkan bahwa mereka saat ini belum memiliki Pusat Penilaian Kompetensi internal seperti yang dimiliki Kemenkes. Oleh karena itu, Kemenham sedang berupaya mencari informasi mengenai pihak penyelenggara penilaian kompetensi eksternal untuk membantu melakukan profiling kompetensi pegawainya.Sebagai langkah penutup, Itjen Kemenham berencana akan tetap berkoordinasi secara berkelanjutan dengan tim Kemenkes untuk mendapatkan informasi, saran, dan masukan yang dibutuhkan selama pelaksanaan penyusunan pedoman internal di Kemenham. #PusatPengembanganKompetensiAparatur #P2KA
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengumumkan pelaksanaan Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-54 Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) Tahun 2025, sebagaimana tercantum dalam surat Nomor UM.02.02/A/5611/2025 tanggal 27 November 2025. Menindaklanjuti Surat Edaran Dewan Pengurus Nasional KORPRI, Sekretariat Jenderal menginstruksikan seluruh kantor Kementerian Kesehatan, baik di Pusat maupun Daerah, untuk menyelenggarakan upacara secara luar jaringan (luring) di lingkungan kerja masing-masing.Pelaksanaan upacara ditetapkan pada hari Senin, 1 Desember 2025, dengan waktu pelaksanaan di tingkat pusat dimulai pukul 07.30 WIB, sementara untuk tingkat daerah dilaksanakan pada pukul 07.30 waktu setempat. Adapun tema yang diusung dalam peringatan tahun ini adalah "Bersatu, Berdaulat, Bersama KORPRI, Mewujudkan Indonesia Maju". Seluruh peserta upacara diwajibkan hadir mengenakan pakaian seragam KORPRI yang dilengkapi dengan peci hitam.Susunan acara akan dimulai dengan persiapan pasukan, penghormatan, dan laporan kepada Inspektur Upacara, yang dilanjutkan dengan menyanyikan Lagu Mars Hidup Sehat serta pengibaran Bendera Merah Putih. Rangkaian kegiatan inti meliputi mengheningkan cipta, pembacaan teks Pancasila, Pembukaan UUD 1945, serta Panca Prasetya KORPRI. Upacara kemudian diteruskan dengan amanat Inspektur Upacara, menyanyikan Lagu Mars KORPRI, dan pembacaan doa sebelum akhirnya barisan dibubarkan
Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI menyelenggarakan kegiatan Peningkatan Kapasitas Tenaga Kesehatan Tingkat Provinsi dalam Safe Hospital pada tanggal 25–28 November 2025 bertempat di Bigland Bogor Hotel International & Convention Hall, Kota Bogor, Jawa Barat. Kegiatan ini dilaksanakan secara tatap muka dengan melibatkan perwakilan tenaga kesehatan dari berbagai Dinas Kesehatan Provinsi, Rumah Sakit dan Universitas/ Politeknik terpilih di Indonesia.Program Safe Hospital merupakan strategi nasional untuk mewujudkan rumah sakit yang tetap aman, berfungsi, dan berkelanjutan saat terjadi bencana maupun kondisi krisis kesehatan lainnya. Dalam konteks Indonesia yang memiliki kerentanan tinggi terhadap berbagai jenis bencana, peningkatan kapasitas SDM kesehatan menjadi sangat penting agar pelayanan medis tidak terhenti dan mampu menyelamatkan lebih banyak jiwa dalam situasi darurat.Kegiatan ini diikuti oleh 42 peserta (13 Dinas Kesehatan, 14 Perguruan Tinggi dan 15 dari Rumah Sakit) dan dibuka oleh Kepala Pusat Krisis Kesehatan, serta menghadirkan narasumber dari internal Pusat Krisis Kesehatan dan tim akademisi dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) UGM, serta Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Para peserta mendapatkan pembekalan komprehensif mengenai: Kebijakan nasional Rumah Sakit Aman Bencana Konsep integrasi HDP, HSI, dan akreditasi rumah sakit Penilaian risiko menggunakan HVA dan HSI Sistem Komando Insiden Rumah Sakit (HICS) Indikator struktural, non-struktural, dan fungsional RS aman bencana Praktik penyusunan dokumen Hospital Disaster Plan (HDP)Pelatihan dilakukan menggunakan metode pemaparan materi, diskusi, studi kasus, hingga praktik langsung, sehingga peserta tidak hanya memahami konsep, tetapi juga mampu menerapkannya pada fasilitas kesehatan masing-masing. Selain itu, dilakukan pula pretest dan posttest mengenai efektivitas pelatihan serta sesi FGD untuk penguatan peran peserta sebagai fasilitator Safe Hospital di tingkat daerah.Melalui pelatihan ini, Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes menegaskan komitmennya dalam memperkuat sistem ketahanan kesehatan nasional, khususnya melalui peningkatan kapasitas tenaga kesehatan agar mampu memastikan rumah sakit tetap dapat memberikan layanan secara aman dan efektif pada setiap kondisi bencana. Ke depannya, para peserta diharapkan menjadi ujung tombak fasilitasi implementasi Safe Hospital di wilayah masing-masing dalam rangka mewujudkan Rumah Sakit Tangguh Bencana di seluruh Indonesia.
Disini anda dapat mengunduh laporan pemantauan harian berpotensi kejadian Krisis Kesehatan tanggal 25 November 2025 Lihat Laporan Pemantauan Harian Pusat Krisis Kesehatan 25 November 2025
Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) dan Kearsipan : Urat Nadi Kecepatan OrganisasiDrg. Widyawati. MKMArsiparis Ahli Utama/ Juru Bicara Kementerian Kesehatan RIDari Gudang Kertas Menjadi Pusat Informasi CepatDi era ini, kita hidup dalam tuntutan yang keras, di mana waktu bukanlah uang, melainkan nyawa. Dan di koridor-koridor institusi kesehatan, masih ada "Gudang-Gudang Kertas" yang sunyi—ruangan remang-remang yang menyimpan tumpukan sejarah, memori kolektif yang tertidur di balik debu. Namun, tidur panjang itu harus berakhir. Sebab, ada sebuah gempa kebijakan yang datang: Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC). Ini adalah panggilan perang dari Presiden Prabowo terhadap inefisiensi, sebuah sumpah untuk memberikan Layanan Terbaik dan meraihnya dengan Kecepatan Tertinggi (Best Result, Fast Result).Percepatan informasi dan tuntutan kinerja yang semakin tinggi, konsep mencapai "Hasil Terbaik Cepat" (PHTC) bukan lagi sekadar harapan, melainkan sebuah keharusan. Dalam konteks administrasi dan pengambilan keputusan, fondasi dari kecepatan dan ketepatan ini terletak pada satu pilar krusial: Kearsipan.Kearsipan sering dipandang sebagai kegiatan administratif yang statis, padahal sesungguhnya ia adalah urat nadi yang menentukan kecepatan dan kualitas setiap kinerja organisasi. Dalam mewujudkan visi Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Presiden Prabowo di sektor kesehatan—terutama melalui inisiatif Cek Kesehatan Gratis, Penurunan Angka TBC, dan Penambahan RSUD—paradigma kearsipan harus segera bertransformasi. Dokumen ini akan mengeksplorasi langkah-langkah strategis dan inovasi teknologi yang harus diterapkan dalam pengelolaan arsip medis dan data kesehatan. Tujuannya adalah memastikan bahwa kearsipan menjadi agen perubahan yang secara nyata mendukung perwujudan hasil kerja kesehatan yang optimal dalam periode waktu yang cepat dan terukur, jauh dari citra lama sebagai tumpukan kertas yang lambat.Kecepatan dalam pengambilan keputusan yang akurat adalah penentu keberhasilan di masa kini, terutama dalam sektor vital seperti kesehatan publik. Program yang mengusung semangat "Hasil Terbaik Cepat" (PHTC) yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo menuntut ketersediaan data dan informasi kesehatan yang cepat, valid, dan mudah diakses. Di sinilah peran vital Kearsipan disorot. Kita bisa mengerti bagaimana tata kelola arsip medis dan data kesehatan yang modern dan terintegrasi tidak hanya mendukung, tetapi bahkan menjadi motor penggerak utama dalam mencapai target-target ambisius PHTC untuk mewujudkan sistem kesehatan yang lebih responsif dan berkualitas bagi seluruh rakyatArsip: Bukan Beban, Melainkan Kekuatan UtamaDi tengah pusaran tuntutan kinerja yang serba cepat, sistem kearsipan tradisional yang didominasi oleh tumpukan berkas dan prosedur manual, kini berada pada titik kritis. Paradigma lama harus segera ditinggalkan, sebab ia tidak lagi relevan dengan inisiatif besar pemerintah, yakni Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC), khususnya di sektor kesehatan. PHTC meluncurkan inisiatif masif: Cek Kesehatan Gratis untuk jutaan orang, penanggulangan TBC yang membutuhkan intervensi kilat, dan percepatan pembangunan RSUD yang harus berdiri secepatnya. Program-program ini tidak bisa menunggu. Bagaimana mungkin kita menjanjikan kecepatan tertinggi, jika fondasinya masih berupa tumpukan map yang rentan hilang?Seorang dokter tak bisa menyelamatkan nyawa TBC dengan cepat jika harus mencari riwayat pengobatan pasien dari lemari arsip yang jaraknya berkilo-kilo dari ruang perawatan. Seorang menteri tak bisa memutuskan alokasi anggaran pembangunan RSUD jika arsip kontrak dan legalitasnya masih terkunci dalam brankas besi, menunggu proses fotokopi yang lamban. PHTC akan menjadi fatamorgana jika kearsipan kita masih berjalan kaki.Lahirnya "Pusat Informasi Cepat"Kearsipan tidak boleh lagi menjadi "fungsi administratif" yang pasif dan lamban. Ia harus bertransformasi menjadi Pusat Informasi Cepat—sebuah otak digital yang gesit. Transformasi ini adalah pergeseran radikal. Kami mendefinisikannya dalam dua gerakan strategis: Rekam Medis Elektronik (RME) sebagai Darah Baru: Menarik rekam medis kertas yang berharga, mendigitalisasinya, dan menyuntikkannya ke dalam RME yang terstandar secara nasional. RME harus menjadi arsip utama yang selalu on-demand, menjamin akuntabilitas dan kecepatan diagnosis. Arsip Dinamis Digital Terintegrasi: Seluruh arsip pendukung—kontrak pengadaan, dokumen aset, hingga keuangan program—diubah menjadi data digital yang fluid. Ini menciptakan satu sumber kebenaran (a single source of truth) yang terintegrasi dari pusat hingga fasilitas kesehatan paling pelosok.Singkatnya, kita menutup babak Gudang Kertas, dan membuka lembaran baru di mana arsip adalah aset strategis, sebuah mesin yang memastikan bahwa setiap janji PHTC dapat terwujud: tepat, terbaik, dan—yang terpenting—cepat. Inovasi Kearsipan Mendukung Tiga Program PHTCJika transformasi kearsipan adalah gerakan besar, maka tiga program PHTC di bidang kesehatan adalah medan perangnya. Kearsipan digital harus membuktikan dirinya bukan sekadar pengganti kertas, melainkan senjata strategis yang menjamin kemenangan.Misi 1: Cek Kesehatan GratisProgram Cek Kesehatan Gratis adalah sebuah badai data yang positif. Jutaan warga diakses, jutaan data kesehatan tercipta dalam sekejap. Volume data yang masif ini berisiko besar menjadi tumpukan kertas baru yang tak terolah, kecepatan skrining akan sia-sia jika tindak lanjutnya menunggu proses entry manual yang rawan salah. Sebuah sistem kearsipan yang canggih, menggunakan teknologi dalam bentuk barcode untuk membaca hasil tes fisik. Data hasil skrining ini tidak pernah menyentuh kertas, melainkan langsung melompat ke dalam Rekam Medis Elektronik (RME) pasien. Pasien yang terdeteksi memiliki risiko diabetes atau hipertensi tidak lagi menunggu berminggu-minggu untuk dipanggil. Data mereka langsung menjadi arsip aktif yang memicu peringatan otomatis di fasilitas kesehatan terdekat, memastikan rujukan dan penanganan terjadi dalam hitungan jam. Ini adalah kemenangan Fast Result melawan birokrasi, didorong oleh kearsipan yang responsif.Misi 2: Penurunan Angka Tuberkulosis (TB) – Melacak Musuh di Jaringan DataPerang melawan TBC membutuhkan lebih dari sekadar obat, butuh intelijen yang tajam dan berkelanjutan. Penurunan angka TB secara cepat menuntut pemantauan yang ketat, terutama untuk mencegah pasien putus obat (loss to follow-up). Beberapa arsip pasien TB tersebar, tidak terstandar, dan seringkali tidak terkoneksi dengan riwayat contact tracing. Akibatnya, pemerintah kesulitan mengidentifikasi secara cepat di mana klaster penularan baru muncul atau pasien mana yang berisiko mangkir dari pengobatan. Solusi yang dilakukan kearsipan harus bertransformasi menjadi Intelijen Data Berbasis Big Data. Seluruh riwayat pengobatan, data contact tracing, dan hasil lab dikumpulkan ke dalam database terstruktur yang siap diolah. Arsip tidak lagi berfungsi sebagai tempat penyimpanan, melainkan sebagai sumber daya yang akan secara otomatis mengirimkan alert (peringatan) ke petugas kesehatan lapangan jika ada pasien yang seharusnya mengambil obat tetapi belum terdeteksi. Ini adalah Intervensi Tepat Sasaran yang sangat cepat—kekuatan prediksi dari arsip yang terstruktur—mewujudkan Best Result dalam kepatuhan pengobatan dan mempercepat kemenangan atas TB.Misi 3: Penambahan RSUD – Membangun Kesiapan Operasional dari NolPembangunan dan penambahan RSUD baru harus berjalan baik dan cepat. Setiap hari penundaan berarti hilangnya kesempatan melayani masyarakat. Inovasi kearsipan di sini adalah Manajemen Aset Digital. Seluruh dokumen proyek pembangunan RSUD, sejak tahap perencanaan hingga pengadaan jarum suntik, wajib terangkum dalam satu data elektronik terpusat yang immutable (tidak dapat diubah). Selain itu, kearsipan aset medis (garansi, jadwal kalibrasi) harus terintegrasi. Transformasi digital ini menjamin Kesiapan Operasional Cepat. Audit legalitas dapat diselesaikan dalam hitungan jam karena semua arsip tersedia digital. RSUD baru dapat berfungsi memberikan layanan terbaik (Best Result) kepada masyarakat di lokasi baru dalam jangka waktu yang ditetapkan PHTC (Fast Result).Strategi Pemicu Transformasi Kearsipan NasionalMewujudkan PHTC melalui kearsipan bukan sekadar membeli software baru; ini adalah tentang keberanian untuk merombak struktur lama. Ini adalah langkah-langkah krusial yang harus dilakukan untuk memastikan transformasi kearsipan ini benar-benar menjadi pilar negara. Regulasi Wajib Digitalisasi yang ketat, menetapkan batas waktu tegas (deadline) bagi seluruh fasilitas kesehatan (dari Puskesmas terkecil hingga RSUD terbesar) untuk bermigrasi total ke e-Arsip. Ini adalah tindakan simbolis: membakar jembatan kertas. Kearsipan harus menjadi sistem born-digital, di mana data diciptakan dalam format elektronik sejak awal, menjamin standar metadata yang seragam dan memutus rantai birokrasi manual yang menghambat PHTC. Transformasi kearsipan tidak akan berhasil tanpa investasi yang tepat pada infrastruktur dan sumber daya manusia. "Senjata" Kearsipan: Sumber Daya Manusia, Infrastruktur, Data dan KeamananMenyediakan cloud storage yang terpusat, tangguh, dan sangat aman untuk menampung miliaran arsip kesehatan sensitif, memastikan data selalu tersedia kapan pun dibutuhkan. Melatih kembali atau merekrut Arsiparis baru yang memiliki kompetensi teknis di bidang data science dan keamanan siber. Mereka adalah garda terdepan, para profesional yang memahami bahwa mereka kini mengelola aset data paling berharga negara. Terkait dengan konsolidasi data, Potensi kecepatan PHTC hanya dapat maksimal jika tidak ada sekat antar-instansi. Arsip Puskesmas, RSUD, dan Kementerian harus berbicara dalam satu bahasa. Implementasi Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi (SRIKANDI) secara menyeluruh. Tujuannya adalah menciptakan "Satu Kebenaran Nasional" (a single source of truth). Dalam hiruk-pikuk kecepatan, kita tidak boleh melupakan etika. Data kesehatan adalah arsip yang paling sensitif. Oleh karena itu, setiap langkah transformasi harus mematuhi dan mengedepankan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Kecepatan harus bersanding dengan kerahasiaan. Transformasi kearsipan harus menjamin keamanan data siber yang berlapis, membangun kembali kepercayaan publik bahwa data pribadi mereka, meskipun cepat diakses untuk layanan PHTC, tetap aman dan terjamin legalitasnya.Arsip, Warisan Kecepatan dan KualitasTransformasi kearsipan ini pada akhirnya adalah tentang kepercayaan dan keberanian mengambil keputusan. Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) di bidang kesehatan—dengan target mulia Cek Kesehatan Gratis, Penurunan TBC, dan Penambahan RSUD—adalah manifestasi dari cita-cita akselerasi pembangunan bangsa. Kita tahu bagaimana kearsipan yang bertransformasi menjadi Pusat Informasi Cepat mampu menciptakan tindakan instan untuk pasien, menyediakan intelijen prediktif untuk melawan TBC, dan menjamin kesiapan operasional RSUD baru tanpa hambatan birokrasi legalitas. Inovasi seperti RME terintegrasi adalah bukti bahwa arsip bukan lagi beban administratif, melainkan aset strategis yang paling berharga. Pada akhirnya, tantangan terbesar PHTC di sektor kesehatan bukanlah ketiadaan sumber daya, melainkan keterlambatan informasi. Transformasi kearsipan yang didukung oleh regulasi berani, investasi infrastruktur, dan kesadaran etika keamanan data adalah satu-satunya jalan keluar. Oleh karena itu, transformasi ini adalah kunci pembuka kecepatan yang menjamin bahwa setiap hasil terbaik yang dicapai—setiap nyawa yang diselamatkan lebih cepat, setiap kebijakan yang tepat sasaran—dapat dipertanggungjawabkan, berkelanjutan, dan yang paling penting, dicapai dengan kecepatan yang menjadi ciri khas kepemimpinan PHTC saat ini.Ini adalah warisan yang kita tinggalkan: sistem kesehatan yang gesit, di mana kebenaran data selalu tersedia, setiap saat, untuk setiap rakyat.