Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) dan Kearsipan : Urat Nadi Kecepatan Organisasi
Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) dan Kearsipan : Urat Nadi Kecepatan Organisasi
Drg. Widyawati. MKM
Arsiparis Ahli Utama/ Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI
Dari Gudang Kertas Menjadi Pusat Informasi Cepat
Di era ini, kita hidup dalam tuntutan yang keras, di mana waktu bukanlah uang, melainkan nyawa. Dan di koridor-koridor institusi kesehatan, masih ada "Gudang-Gudang Kertas" yang sunyi—ruangan remang-remang yang menyimpan tumpukan sejarah, memori kolektif yang tertidur di balik debu. Namun, tidur panjang itu harus berakhir. Sebab, ada sebuah gempa kebijakan yang datang: Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC). Ini adalah panggilan perang dari Presiden Prabowo terhadap inefisiensi, sebuah sumpah untuk memberikan Layanan Terbaik dan meraihnya dengan Kecepatan Tertinggi (Best Result, Fast Result).
Percepatan informasi dan tuntutan kinerja yang semakin tinggi, konsep mencapai "Hasil Terbaik Cepat" (PHTC) bukan lagi sekadar harapan, melainkan sebuah keharusan. Dalam konteks administrasi dan pengambilan keputusan, fondasi dari kecepatan dan ketepatan ini terletak pada satu pilar krusial: Kearsipan.
Kearsipan sering dipandang sebagai kegiatan administratif yang statis, padahal sesungguhnya ia adalah urat nadi yang menentukan kecepatan dan kualitas setiap kinerja organisasi. Dalam mewujudkan visi Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Presiden Prabowo di sektor kesehatan—terutama melalui inisiatif Cek Kesehatan Gratis, Penurunan Angka TBC, dan Penambahan RSUD—paradigma kearsipan harus segera bertransformasi. Dokumen ini akan mengeksplorasi langkah-langkah strategis dan inovasi teknologi yang harus diterapkan dalam pengelolaan arsip medis dan data kesehatan. Tujuannya adalah memastikan bahwa kearsipan menjadi agen perubahan yang secara nyata mendukung perwujudan hasil kerja kesehatan yang optimal dalam periode waktu yang cepat dan terukur, jauh dari citra lama sebagai tumpukan kertas yang lambat.
Kecepatan dalam pengambilan keputusan yang akurat adalah penentu keberhasilan di masa kini, terutama dalam sektor vital seperti kesehatan publik. Program yang mengusung semangat "Hasil Terbaik Cepat" (PHTC) yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo menuntut ketersediaan data dan informasi kesehatan yang cepat, valid, dan mudah diakses. Di sinilah peran vital Kearsipan disorot. Kita bisa mengerti bagaimana tata kelola arsip medis dan data kesehatan yang modern dan terintegrasi tidak hanya mendukung, tetapi bahkan menjadi motor penggerak utama dalam mencapai target-target ambisius PHTC untuk mewujudkan sistem kesehatan yang lebih responsif dan berkualitas bagi seluruh rakyat
Arsip: Bukan Beban, Melainkan Kekuatan Utama
Di tengah pusaran tuntutan kinerja yang serba cepat, sistem kearsipan tradisional yang didominasi oleh tumpukan berkas dan prosedur manual, kini berada pada titik kritis. Paradigma lama harus segera ditinggalkan, sebab ia tidak lagi relevan dengan inisiatif besar pemerintah, yakni Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC), khususnya di sektor kesehatan. PHTC meluncurkan inisiatif masif: Cek Kesehatan Gratis untuk jutaan orang, penanggulangan TBC yang membutuhkan intervensi kilat, dan percepatan pembangunan RSUD yang harus berdiri secepatnya. Program-program ini tidak bisa menunggu. Bagaimana mungkin kita menjanjikan kecepatan tertinggi, jika fondasinya masih berupa tumpukan map yang rentan hilang?
Seorang dokter tak bisa menyelamatkan nyawa TBC dengan cepat jika harus mencari riwayat pengobatan pasien dari lemari arsip yang jaraknya berkilo-kilo dari ruang perawatan. Seorang menteri tak bisa memutuskan alokasi anggaran pembangunan RSUD jika arsip kontrak dan legalitasnya masih terkunci dalam brankas besi, menunggu proses fotokopi yang lamban. PHTC akan menjadi fatamorgana jika kearsipan kita masih berjalan kaki.
Lahirnya "Pusat Informasi Cepat"
Kearsipan tidak boleh lagi menjadi "fungsi administratif" yang pasif dan lamban. Ia harus bertransformasi menjadi Pusat Informasi Cepat—sebuah otak digital yang gesit. Transformasi ini adalah pergeseran radikal. Kami mendefinisikannya dalam dua gerakan strategis:
- Rekam Medis Elektronik (RME) sebagai Darah Baru: Menarik rekam medis kertas yang berharga, mendigitalisasinya, dan menyuntikkannya ke dalam RME yang terstandar secara nasional. RME harus menjadi arsip utama yang selalu on-demand, menjamin akuntabilitas dan kecepatan diagnosis.
- Arsip Dinamis Digital Terintegrasi: Seluruh arsip pendukung—kontrak pengadaan, dokumen aset, hingga keuangan program—diubah menjadi data digital yang fluid. Ini menciptakan satu sumber kebenaran (a single source of truth) yang terintegrasi dari pusat hingga fasilitas kesehatan paling pelosok.
Singkatnya, kita menutup babak Gudang Kertas, dan membuka lembaran baru di mana arsip adalah aset strategis, sebuah mesin yang memastikan bahwa setiap janji PHTC dapat terwujud: tepat, terbaik, dan—yang terpenting—cepat.
Inovasi Kearsipan Mendukung Tiga Program PHTC
Jika transformasi kearsipan adalah gerakan besar, maka tiga program PHTC di bidang kesehatan adalah medan perangnya. Kearsipan digital harus membuktikan dirinya bukan sekadar pengganti kertas, melainkan senjata strategis yang menjamin kemenangan.
Misi 1: Cek Kesehatan Gratis
Program Cek Kesehatan Gratis adalah sebuah badai data yang positif. Jutaan warga diakses, jutaan data kesehatan tercipta dalam sekejap. Volume data yang masif ini berisiko besar menjadi tumpukan kertas baru yang tak terolah, kecepatan skrining akan sia-sia jika tindak lanjutnya menunggu proses entry manual yang rawan salah. Sebuah sistem kearsipan yang canggih, menggunakan teknologi dalam bentuk barcode untuk membaca hasil tes fisik. Data hasil skrining ini tidak pernah menyentuh kertas, melainkan langsung melompat ke dalam Rekam Medis Elektronik (RME) pasien. Pasien yang terdeteksi memiliki risiko diabetes atau hipertensi tidak lagi menunggu berminggu-minggu untuk dipanggil. Data mereka langsung menjadi arsip aktif yang memicu peringatan otomatis di fasilitas kesehatan terdekat, memastikan rujukan dan penanganan terjadi dalam hitungan jam. Ini adalah kemenangan Fast Result melawan birokrasi, didorong oleh kearsipan yang responsif.
Misi 2: Penurunan Angka Tuberkulosis (TB) – Melacak Musuh di Jaringan Data
Perang melawan TBC membutuhkan lebih dari sekadar obat, butuh intelijen yang tajam dan berkelanjutan. Penurunan angka TB secara cepat menuntut pemantauan yang ketat, terutama untuk mencegah pasien putus obat (loss to follow-up). Beberapa arsip pasien TB tersebar, tidak terstandar, dan seringkali tidak terkoneksi dengan riwayat contact tracing. Akibatnya, pemerintah kesulitan mengidentifikasi secara cepat di mana klaster penularan baru muncul atau pasien mana yang berisiko mangkir dari pengobatan. Solusi yang dilakukan kearsipan harus bertransformasi menjadi Intelijen Data Berbasis Big Data. Seluruh riwayat pengobatan, data contact tracing, dan hasil lab dikumpulkan ke dalam database terstruktur yang siap diolah. Arsip tidak lagi berfungsi sebagai tempat penyimpanan, melainkan sebagai sumber daya yang akan secara otomatis mengirimkan alert (peringatan) ke petugas kesehatan lapangan jika ada pasien yang seharusnya mengambil obat tetapi belum terdeteksi. Ini adalah Intervensi Tepat Sasaran yang sangat cepat—kekuatan prediksi dari arsip yang terstruktur—mewujudkan Best Result dalam kepatuhan pengobatan dan mempercepat kemenangan atas TB.
Misi 3: Penambahan RSUD – Membangun Kesiapan Operasional dari Nol
Pembangunan dan penambahan RSUD baru harus berjalan baik dan cepat. Setiap hari penundaan berarti hilangnya kesempatan melayani masyarakat. Inovasi kearsipan di sini adalah Manajemen Aset Digital. Seluruh dokumen proyek pembangunan RSUD, sejak tahap perencanaan hingga pengadaan jarum suntik, wajib terangkum dalam satu data elektronik terpusat yang immutable (tidak dapat diubah). Selain itu, kearsipan aset medis (garansi, jadwal kalibrasi) harus terintegrasi. Transformasi digital ini menjamin Kesiapan Operasional Cepat. Audit legalitas dapat diselesaikan dalam hitungan jam karena semua arsip tersedia digital. RSUD baru dapat berfungsi memberikan layanan terbaik (Best Result) kepada masyarakat di lokasi baru dalam jangka waktu yang ditetapkan PHTC (Fast Result).
Strategi Pemicu Transformasi Kearsipan Nasional
Mewujudkan PHTC melalui kearsipan bukan sekadar membeli software baru; ini adalah tentang keberanian untuk merombak struktur lama. Ini adalah langkah-langkah krusial yang harus dilakukan untuk memastikan transformasi kearsipan ini benar-benar menjadi pilar negara. Regulasi Wajib Digitalisasi yang ketat, menetapkan batas waktu tegas (deadline) bagi seluruh fasilitas kesehatan (dari Puskesmas terkecil hingga RSUD terbesar) untuk bermigrasi total ke e-Arsip. Ini adalah tindakan simbolis: membakar jembatan kertas. Kearsipan harus menjadi sistem born-digital, di mana data diciptakan dalam format elektronik sejak awal, menjamin standar metadata yang seragam dan memutus rantai birokrasi manual yang menghambat PHTC. Transformasi kearsipan tidak akan berhasil tanpa investasi yang tepat pada infrastruktur dan sumber daya manusia.
"Senjata" Kearsipan: Sumber Daya Manusia, Infrastruktur, Data dan Keamanan
Menyediakan cloud storage yang terpusat, tangguh, dan sangat aman untuk menampung miliaran arsip kesehatan sensitif, memastikan data selalu tersedia kapan pun dibutuhkan. Melatih kembali atau merekrut Arsiparis baru yang memiliki kompetensi teknis di bidang data science dan keamanan siber. Mereka adalah garda terdepan, para profesional yang memahami bahwa mereka kini mengelola aset data paling berharga negara. Terkait dengan konsolidasi data, Potensi kecepatan PHTC hanya dapat maksimal jika tidak ada sekat antar-instansi. Arsip Puskesmas, RSUD, dan Kementerian harus berbicara dalam satu bahasa. Implementasi Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi (SRIKANDI) secara menyeluruh. Tujuannya adalah menciptakan "Satu Kebenaran Nasional" (a single source of truth). Dalam hiruk-pikuk kecepatan, kita tidak boleh melupakan etika. Data kesehatan adalah arsip yang paling sensitif. Oleh karena itu, setiap langkah transformasi harus mematuhi dan mengedepankan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Kecepatan harus bersanding dengan kerahasiaan. Transformasi kearsipan harus menjamin keamanan data siber yang berlapis, membangun kembali kepercayaan publik bahwa data pribadi mereka, meskipun cepat diakses untuk layanan PHTC, tetap aman dan terjamin legalitasnya.
Arsip, Warisan Kecepatan dan Kualitas
Transformasi kearsipan ini pada akhirnya adalah tentang kepercayaan dan keberanian mengambil keputusan. Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) di bidang kesehatan—dengan target mulia Cek Kesehatan Gratis, Penurunan TBC, dan Penambahan RSUD—adalah manifestasi dari cita-cita akselerasi pembangunan bangsa. Kita tahu bagaimana kearsipan yang bertransformasi menjadi Pusat Informasi Cepat mampu menciptakan tindakan instan untuk pasien, menyediakan intelijen prediktif untuk melawan TBC, dan menjamin kesiapan operasional RSUD baru tanpa hambatan birokrasi legalitas. Inovasi seperti RME terintegrasi adalah bukti bahwa arsip bukan lagi beban administratif, melainkan aset strategis yang paling berharga. Pada akhirnya, tantangan terbesar PHTC di sektor kesehatan bukanlah ketiadaan sumber daya, melainkan keterlambatan informasi. Transformasi kearsipan yang didukung oleh regulasi berani, investasi infrastruktur, dan kesadaran etika keamanan data adalah satu-satunya jalan keluar. Oleh karena itu, transformasi ini adalah kunci pembuka kecepatan yang menjamin bahwa setiap hasil terbaik yang dicapai—setiap nyawa yang diselamatkan lebih cepat, setiap kebijakan yang tepat sasaran—dapat dipertanggungjawabkan, berkelanjutan, dan yang paling penting, dicapai dengan kecepatan yang menjadi ciri khas kepemimpinan PHTC saat ini.
Ini adalah warisan yang kita tinggalkan: sistem kesehatan yang gesit, di mana kebenaran data selalu tersedia, setiap saat, untuk setiap rakyat.
