Kementerian Kesehatan Perkuat Tata Kelola Cybertroops sebagai Garda Depan Digital Informasi Kesehatan
Jakarta, 4 Desember 2025 — Di tengah perkembangan ruang digital yang semakin dinamis, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus berupaya memperkuat komunikasi publik agar tetap adaptif, responsif, dan bertanggung jawab. Upaya tersebut diwujudkan melalui kegiatan Pengelolaan Cybertroops di Lingkungan Kementerian Kesehatan Tahun 2025, yang diadakan secara luring pada Kamis (4/12) di Hotel Tamarin, Jakarta Pusat.
Dengan mengusung tema “Penguatan Tata Kelola Cybertroops Kemenkes: Menjaga Kredibilitas Informasi Kesehatan untuk Kepercayaan Publik”, kegiatan ini menjadi ruang bersama untuk memperkuat sinergi dan soliditas jejaring komunikasi di lingkungan Kemenkes. Forum ini diikuti oleh 50 peserta yang terdiri atas pejabat penanggung jawab kehumasan serta pranata humas dari unit utama dan unit pelaksana teknis (UPT) Kemenkes.
Kegiatan ini diselenggarakan sebagai respons atas masih tingginya tantangan penyebaran misinformasi di bidang kesehatan. Dampak penyebaran hoaks ini tidak hanya pada kebingungan publik, tetapi juga pada penurunan kepercayaan terhadap program kesehatan pemerintah dan resistensi terhadap upaya pencegahan penyakit.
Kondisi tersebut berpotensi memengaruhi tingkat kepercayaan publik dan menghambat akselerasi program prioritas kesehatan, seperti Cek Kesehatan Gratis (CKG). Oleh karena itu, penguatan peran pranata humas sebagai Garda Depan Digital dinilai krusial, sejalan dengan arahan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan agar humas mampu berperan proaktif dalam komunikasi krisis kesehatan.
Hadir sebagai narasumber, Kepala Biro Multimedia Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. H. Ade Ary Syam Indradi menekankan pentingnya kecepatan dan ketepatan respon dalam menghadapi krisis informasi melalui konsep golden hour dan golden minute.
“Satu jam pertama saat krisis muncul adalah momentum penentu. Pada fase ini, humas memiliki peluang terbesar untuk mencegah isu berkembang dan menjaga reputasi institusi,” ujar Brigjen Pol. Ade Ary.
“Tiga langkah utama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi krisis, mengevaluasi dampaknya, dan merespons secara cepat dengan sumber yang jelas agar publik dapat membedakan antara fakta dan hoaks,” tambahnya.
Perspektif penguatan narasi juga disampaikan oleh konsultan komunikasi dan perwakilan Pokja Risk Communication and Community Engagement (RCCE), Savero Dwipayana. Ia menyoroti pentingnya pendekatan humanis dalam menyampaikan informasi kesehatan.
“Komunikasi publik hari ini tidak cukup hanya benar, tetapi juga harus terasa dekat. Narasi kesehatan perlu disampaikan dengan empati dan relevan dengan keseharian masyarakat agar pesan dapat diterima tanpa resistensi,” ungkap Savero.
Sementara itu, Oktora Irahadi, Head of Communication Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi, menekankan pentingnya membangun kepercayaan melalui percakapan di ruang digital.
“Di era digital, persepsi publik dibentuk oleh apa yang terus diulang dan dibicarakan. Karena itu, humas perlu hadir di ruang percakapan, mendengarkan, lalu membangun narasi yang konsisten agar kepercayaan publik tetap terjaga,” ujar Oktora.
Selain pemaparan materi, kegiatan ini juga dilengkapi diskusi interaktif dan simulasi penanganan isu berbasis kasus riil. Peserta dilatih untuk merespons hoaks dan krisis informasi secara cepat, empatik, dan tidak menghakimi, dengan mengedepankan validasi emosi publik serta penyampaian pesan kesehatan yang persuasif dan edukatif.
Melalui forum ini diharapkan dapat membangun jejaring humas Kemenkes yang solid sebagai Garda Depan Digital dalam menjaga kredibilitas informasi kesehatan. Penguatan kapasitas pranata humas, tata kelola distribusi informasi yang terkoordinasi, serta mekanisme komunikasi berjenjang diharapkan mampu memperkuat kepercayaan publik dan mendukung keberhasilan program prioritas kesehatan di era digital.
