Kemenkes Perkuat Kinerja Berbasis Dampak Lewat Workshop Cascading Indikator Kinerja Organisasi
Jakarta, 24 November 2025 – Auditorium J. Leimena kembali menjadi saksi langkah strategis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam mempercepat transformasi birokrasi. Biro Organisasi dan Sumber Daya Manusia (OSDM) bersama Culture Transformation Office (CuTO) menggelar Workshop Cascading Indikator Kinerja Organisasi, sebuah agenda yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga menjadi momen penyelarasan arah dan semangat perubahan di lingkungan Kemenkes.
Sekretaris Jenderal Kemenkes RI, Kunta Wibawa Dasa Nugraha, dalam sambutannya menegaskan perlunya perubahan pola penyusunan kinerja bagi seluruh jajaran. Menurutnya, sudah saatnya bagi Kemenkes untuk bergerak dari pendekatan bottom up yang selama ini digunakan, menuju metode top down yang lebih terarah dan selaras dengan tujuan nasional.
“Hari ini kita hadir di workshop cascading dari indikator strategis menuju indikator kinerja individu masing-masing pegawai di Kementerian Kesehatan. Kita dibantu oleh Ernest Young (EY) dan Bank Mandiri untuk menjabarkan secara detail apa saja yang harus dilakukan,” ujar Kunta.
Ia juga menekankan bahwa pergeseran metode ini bukan sekadar perubahan administratif, tetapi pergeseran mendasar agar setiap indikator yang disusun benar-benar mengarah pada dampak yang nyata.
“Selama ini indikator kinerja sering disusun secara bottom up. Sekarang kita ingin membangun secara jelas dari atas ke bawah, dan fokus pada output, bukan sekadar kegiatan administratif,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Kunta juga mengingatkan prinsip klasik yang relevan hingga kini: “What gets measured, gets managed.” Jika yang diukur hanya proses, organisasi akan terjebak dalam rutinitas administratif. Sebaliknya, jika yang diukur adalah dampak, organisasi akan lebih terdorong untuk mencapai perubahan yang lebih bermakna.
Fokus Strategis Dimulai dari Pimpinan Eselon II
Menindaklanjuti arahan Sekjen, Kepala Biro OSDM menjelaskan bahwa proses cascading dimulai dari para pimpinan tinggi. Eselon II dipilih sebagai titik awal karena mereka memegang peran strategis dalam menerjemahkan visi organisasi ke tingkat pelaksanaan.
“Workshop cascading kinerja organisasi ini pertama kali kita lakukan untuk Eselon II, karena mereka memiliki target kinerja dari indikator kinerja kegiatan,” jelasnya.
Dari para pimpinan inilah strategi kemudian diterjemahkan menjadi indikator kinerja yang lebih nyata bagi setiap pegawai.
Mengatasi Ketimpangan Beban Kerja dan Kompleksitas SKP
Transformasi ini juga menjadi jawaban atas hasil evaluasi Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) 2025 yang menunjukkan ketimpangan beban kerja. Terdapat variasi ekstrem jumlah Indikator Kinerja Individu (IKI), mulai dari hanya 1 hingga mencapai 92 indikator per pegawai, dan sebagian besar masih berupa indikator proses yang belum mencerminkan kontribusi strategis.
“Pastikan indikator kinerja individu bersifat strategis. Jangan sampai ada ketimpangan ekstrem antar-pegawai, karena itu menunjukkan bahwa indikator belum menggambarkan kontribusi yang sebenarnya,” pesan Sekjen.
Isu ini bukan hanya soal angka, tetapi juga terkait pengalaman sehari-hari para pegawai tentang bagaimana mereka membagi waktu, memaknai kontribusinya, dan melihat dampak kerjanya bagi masyarakat. Dengan cascading yang tepat, beban kerja dapat lebih adil dan setiap individu memiliki gambaran jelas tentang peran mereka dalam tujuan besar organisasi.
Kolaborasi Berbagai Pihak untuk RENSTRA 2025–2029
Kegiatan ini juga menghadirkan Staf Khusus Menteri Bidang Tata Kelola Pemerintahan dan Reformasi Birokrasi, Dr. Bambang Widianto, serta tim ahli dari Ernest & Young (EY) Indonesia sebagai fasilitator teknis. Kolaborasi lintas pihak ini diharapkan mampu menyamakan persepsi dan memastikan penyusunan cascading kinerja sesuai dengan Rencana Strategis (RENSTRA) Kemenkes 2025–2029.
Dengan pendekatan yang lebih terstruktur dan berorientasi pada dampak, Kemenkes menegaskan komitmennya untuk menciptakan birokrasi yang lebih adaptif, efektif, dan mampu menjawab tantangan kesehatan masyarakat.
Pada akhirnya, transformasi kinerja bukan hanya tentang sistem, namun tentang manusia di dalamnya yang bekerja setiap hari untuk menghadirkan perubahan.
