GERAI makanan cepat saji berkembang cepat di Indonesia. Dalam kurun waktu 2007 hingga 2021, pertumbuhannya mencapai 44,6 persen. Kecanggihan teknologi membuat konsumen semakin mudah untuk mengakses makanan dan minuman yang mengundang selera tersebut. Namun demikian, di balik tampilannya yang menarik dan rasanya yang membuat ketagihan, jajanan tersebut bisa mengancam kesehatan kita.
Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak Serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Peraturan tersebut bertujuan agar masyarakat dapat mengetahui informasi nilai gizi yang terkandung di makanan dan minuman yang dituliskan pada label makanan. Sayangnya, hampir semua pangan siap saji belum mencantumkan
nilai gizi dalam seporsi hidangan yang ditawarkan.
Di sisi lain, data International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat kelima untuk kasus penderita diabetes, dengan jumlah penderita mencapai 19,5 juta dan diprediksi menjadi 28,6 juta pada tahun 2045. Meskipun bukan menjadi faktor risiko langsung, konsumsi gula yang berlebihan dapat menyebabkan seseorang mengalami penyakit diabetes melitus (DM) tipe 2, yang jika tidak terkontrol dapat memicu penyakit lebih berat seperti, jantung, kanker, dan ginjal.
Melihat kondisi tersebut, redaksi Mediakom mengulas tentang apa saja dampak yang terjadi apabila kita mudah mengonsumsi makanan dan minuman manis. Redaksi menggali tentang implementasi Peraturan Menteri Kesehatan tersebut, apakah sudah cukup efektif untuk mencegah berbagai penyakit yang timbul akibat mengonsumsi makanan yang tinggi gula. Apa langkah Kementerian Kesehatan selanjutnya untuk menurunkan tingginya angka diabetes di Indonesia dan cara mengurangi gula.